My Essential

Saya kenal istilah "my essential" pertama kali dari seorang sastrawati Indonesia, Dewi Lestari. Lewat blognya saya mengerti bahwa essential adalah perkara barang penting yang tidak terjamah waktu dan keadaan.

Tapi perkara saya kali ini, essential yang saya miliki mungkin baru saja official dikandidatkan sebagai produk/barang yang terpenting. Saya tidak ambil pusing sebenarnya, karena tidak peduli bagaimana bentuknya, barang-barang ini yang tidak pernah bisa saya tinggalkan.

  • Notebook
  • Sunflower & Banana Body Lotion
  • USB
  • Samsung Note
  • Chocolate Wallet
  • Blackberry (Yes, still my essential!)
  • Headset
Walau terlihat 'biasa' banget, tapi saya jarang sekali meninggalkan barang-barang ini dirumah saat berpergian. Dulu sebelum punya Samsung Note, saya pasti membawa laptop kesayangan -- tapi semenjak Samsung Note ini eksis, saya lebih sering meninggalkan laptop dirumah karena faktor berat.

Beberapa kali dari teman-teman juga sering menanyakan kenapa saya masih membawa Notebook padahal sudah punya Samsung Note. Simpel sih, karena menulis dengan kertas itu lebih 'kerasa' dibanding dengan menulis lewat stylus.

Satu lagi essential terbaru yang sukses menjadi must have essential, Nestlé Fitnesse!

Produk sereal terbaru keluaran Nestlé ini sukses sekali jadi salah satu pilihan sarapan (and the only one, I guess!) yang mengenyangkan. Bahkan seperti di post lalu, Nestlé Fitnesse ini mampu membuat perut kembali lapar setelah 7 jam dari makan pagi. Biasanya Nestlé Fitnesse saya mix dengan plain milk atau banana milk. Duh, jadi nggak sabar buat sarapan besok pagi, deh!

Well, that's my essential. What is yours?
Happy Sunday!

My New Kind Of Breakfast

Sudah hampir tiga bulan saya menjalani pekerjaan baru sebagai seorang Copywriter di in-house Advertising, dimana selama itu pula saya kembali belajar mengatur waktu antara personal, keluarga, pekerjaan, dan sosial.

Walau sedari dulu sudah sering berkecimpung di dunia kerja nyata, saya menyadari sekali perbedaan antara menjadi seorang freelancer dan pekerja full time. Walau saya nyaman dengan jenis pekerjaannya, kadang kala waktu 'bebas' yang hanya jadi milik seorang freelancer sangat saya kangeni.

Salah satu yang terasa adalah waktu untuk menulis proyek pribadi yang keteteran serta amunisi gizi yang masuk ke dalam tubuh terasa sangat sembarangan. Hampir setiap hari saya mengkonsumsi makan siang yang berminyak/bersantan tanpa sarapan terlebih dahulu. Alasannya simpel, saya tidak punya waktu untuk menyiapkan sarapan yang proper dan membuat kenyang setidaknya sampai makan siang.

Sampai beberapa hari lalu saya menemukan satu produk baru dari Nestlé bernama Nestlé Fitnesse; satu produk sereal dari Nestlé yang memang dikhususkan untuk sarapan pagi. Awalnya saya beli karena isinya yang lucu dan unik yakni whole wheat dan dry fruit. Walau begitu, sejujurnya saya agak pesimis dengan jenis sereal apapun. Alasannya simpel, mereka hanya bisa membuat perut kencang sampai waktu brunch.


































Paginya, saya coba membuat my new kind of breakfast yakni plain yoghurt, Nestlé Fitnesse, dengan susu pisang... hasilnya beyond expectation. Saya bahkan sukses tidak lemas saat meeting yang ngaret sampai jam 2 siang dan kemudian memutuskan hanya memakan seporsi Nasi Tim dan Es Jeruk. Plus, saya merasa kandungan Nestlé Fitnesse ini secara tampilan fisik 'penuh' alias pure whole wheat semuanya. Kayaknya itu yang bikin perut ini sukses kenyang sampai jam 2 siang, deh.

Besok rencananya mau mencoba Nestlé Fitnesse whole wheat yang dicampur dengan dry fruit dan susu putih. Semoga Nestlé Fitnesse bisa membantu menurunkan bobot badan sehingga kebayaan saat Graduation Day sukses singset!

What A Woman Wants

She wants....

Someone who hugs her for entire night. Tell her that every single dream about 'happily ever after' does exist.

Someone who tell her that it's okay if she cries while watching "Morning Glory" or "The Newsroom" or "The Bridget Jones' Diary"; someone who tell her that world is never kind while he hug her.

Someone who hold her hands and tell her that everything will be alright. That people will might hurt her but he will never leave her alone.

Someone who loves a night and rain as much as she does, and allow her to play in the middle of night while its rain.

Someone who care enough to asked her "how was your day" -- not only a care because he loves her, but because he really actually care for her. To not ashamed to ask "are you already eat your lunch?" even when he's on fight with her.

Someone who knows that inside her heart she is broken. Instead try to fix her, he try to be the best for her.

Someone who keeps a promise to her and always tell the truth whoever hurts the truth is.

On Being A Birthday Girl

Sepenggal lirik dari salah satu band lawas, The Beatles:

They say it's your birthday
We're gonna have a good time
I'm glad it's your birthday
Happy birthday to you...


Dan ini adalah sebuah surat untuk wanita yang berhasil melewati setahun dalam hidupnya:

Kamu,
Selamat karena selama dua puluh satu tahun kamu hidup, akhirnya banyak hal yang bisa kamu syukuri. Bukan karena Yang Diatas tidak pernah menenggok kepadamu, tetapi karena simpel kamu belum pernah tahu caranya berterima kasih atas segala hal baik yang terjadi.

Selamat untuk segala teori-teori hidup yang kamu temukan, kamu kembangkan, dan kamu terapkan dalam hidup. Tidak semuanya baik, tidak semuanya benar. Namun setidaknya, kamu membuat sebuah pilihan dan kamu menjalaninya.

Selamat karena kamu berhasil menjadi manusia paling tidak sensitif yang pernah ada di muka bumi ini. Kamu berhasil membuat satu buah tembok besar agar semua orang tidak bisa masuk karena kamu takut kembali tersakiti. Semoga kamu bisa berubah.

Selamat untuk keberanianmu membuka diri kepada hal-hal baru; kepada manusia-manusia baru; kepada perjalanan baru; kepada sebuah ketidaktahuan akan sesuatu; kepada luka baru; kepada kebahagiaan baru; kepada cinta yang baru. You've started a new journey, finally.

Selamat untuk berhasil merelakan pergi sesuatu yang mengganjal hidupmu selama lebih dari tujuh tahun. Kamu akhirnya menyadari bahwa hidup dan persoalan menunggu adalah bentuk dari keputusan pikiran. Kamu belajar untuk berpikir mengenai "menunggu" hal yang lain.

Selamat untuk terus menerus terasa dekat dengan mimpi yang kamu patenkan dalam hidup sejak berumur dua belas tahun. Semoga tidak mati ditengah-tengah.

Selamat karena kamu mulai mencintai dirimu. Apa adanya.

Selamat karena kamu mulai belajar bahwa cinta adalah sesuatu yang layak ditunggu dan bukan sesuatu yang ada karena keinginan/tuntutan sosial; dan kamu siap menunggu untuk hal itu. If it's easy, it's not worth it.

Selamat karena akhirnya, dari semua tangis dan rasa yang ada, kamu mampu terus berdiri dan belajar mengenai banyak hal dari situ.

Selamat dan teruslah berpetualangan. Semoga kamu bisa terus menerus memiliki perjalanan yang menyenangkan di akhirnya.


-----


Saya lupa menuliskannya dimana, tapi saya mengingat satu buah isi surat setahun yang lalu: semoga saya bisa terus berdiri sampai angka 2 bertemu dengan 2, menjadi kembar, dan menghasil sebuah momen-momen hidup tak terlupakan.

Dan ini doa seumur hidup saya: semoga saya bisa berdiri sampai angka 2 bertemu dengan angka 3 dan menghasil satu kejadian magis di dalam hidup saya.
Happy birthday, me.

Project Elmwood, Barang Anak Bangsa

Kemarin-kemarin ini lagi coba browsing untuk cari clothing line cowok yang harganya masih terjangkau tapi kualitasnya bagus dan nemu satu clothing line online asli dari Indonesia bernama Project Elmwood. Dan ternyata ... yang punya masih satu circle friendship, kemudian ngobrol-ngobrolah mengenai Project Elmwood ini.



Walau terlihat tidak memiliki perbedaan dengan clothing line sejenisnya, Project Elmwood ternyata memiliki sebuah misi unik yakni memperkenalkan nama-nama denim baru yang sesuai dengan logo clothing line mereka yakni sebuah pohon elmwood. Kalian tidak akan menemukan jenis celana skinny karena mereka punya namanya masing-masing, seperti Logan, Twiggs, dan Trunks yang semuanya diambil tidak jauh-jauh dari karakteristik pohon.

Menarik, plus harga yang ditawarkan Elmwood juga masih sangat terjangkau. Kalau bosan dengan clothing line sejenis yang ada dan niat mencari yang fresh, boleh lihat-lihat dan browsing barang-barang mereka di:

Project Elmwood:
Twitter: @projectelmwood_
Instagram: @projectelmwood
Facebook: Project Elmwood
Wesite: www.projectelmwood.com



Welcome local brand from Indonesia! Enjoyed them, people.

The Monolog

"I know what it's like to be afraid of your own mind." (Dr. Spencer Reid)


Sekiranya, setiap hari, saya selalu belajar bahwa hidup adalah perkara bagaimana kita mengatur pikiran kita. Tepatnya, seluruh pikiran kita. Saya percaya, juga menyakini, bahwa pikiran adalah akar dari segala jenis keabstrakan tindakan seseorang kepada yang lain. Mengapa? Karena saya pernah mengalami itu; mengabstrakan tindakan kepada seseorang, serta pernah pula diabstrakan oleh seseorang. Dan kesemuanya bersumber kepada pikiran. Pikiran membawa saya -- juga kalian -- kepada banyak hal yang pada akhirnya menghasilkan tindakan. Bahkan tindakan yang terjadi karena sebuah keimpulsifan juga adalah bagian dari pikiran.

Belakangan ini, saya sedang mengalami yang dinamakan chaos pikiran. Ada banyak hal yang kadang kala terpikir, namun tidak ingin saya panjangkan lagi karena takut. Takut apa? Takut kebablasan mikir, takut jadi memikirkan yang sebenarnya belum terjadi, takut jadi bertindak abstrak. Dan dikarenakan ketakutan itu, saya memilih mundur dari perang pikiran dan memutuskan menyimpannya hanya di dalam hati.

Questions without answers. Answers without questions.

Mencari solusi terbaik dari chaos pikiran adalah hal tersimalakama yang pernah ada. Pilihan-pilihan yang datang untuk menjadi solusi adalah pilihan yang sulit -- namun ternyata harus dilakukan. Salah satu solusi yang saya 'ciptakan' adalah berbincang dan berdiskusi.

Sedikit orang yang bisa berdiskusi tanpa berteriak atau berbincang dengan mendengar; dan pada sedikit orang itu saya mencoba melerai benang kusut pikiran. Saya bertanya, mencoba memasukan pendapat lain, mendengar apa yang orang lain katakan, memilih kalimat yang memang pantas untuk didengar, dan berkontemplasi.

Ini hal yang sulit karena saya yang mudah menyampaikan rasa lewat kata-kata, ternyata sulit untuk mendeskripsikan perasaan secara langsung. Namun saya katakan ini sebagai pelajaran baru. Well, life is about learning new? About doing something you scared of, rite?

Walau saya masih mengalami chaos pikiran, namun setidaknya, ada segelintir orang yang bisa saya percaya untuk berbagi apa yang menjadi perkara dalam pikiran. Dan mengenai hal ini saya bersyukur; bersyukur karena ini adalah hal yang jarang terjadi.



Photo Courtesy: We Heart It

Hello August!

"The best way to not feel hopeless is to get up and do something. Don’t wait for good things to happen to you. If you go out and make some good things happen, you will fill the world with hope, you will fill yourself with hope." (Barack Obama)




Banyak yang berkata, people's changed -- dan saya adalah orang yang sedari dahulu selalu mempunyai kepercayaan bahwa pada dasarnya manusia memang akan berubah. Faktanya, sebagai manusia kita memang akan selalu berkembang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Perkembangan ini yang kadang kala dikatakan sebagai perubahan dan kemudian diartikan negatif.

Perubahan bukan berarti menghapus nilai-nilai pribadi. Bukan berarti menghapus yang buruk di masa lalu secara utuh. Bukan berarti berjalan di bagian jalan yang benar-benar baru. Intinya, perubahan tidak selamanya buruk.


-----


Ada beberapa hal di tahun ini yang pada akhirnya membuat saya kembali belajar mengenal diri saya yang sedang berada di tahap penyesuaian (lagi).


Satu hal yang baru-baru saya pelajari adalah: menjadi orangtua adalah sebuah pekerjaan dengan pembelajaran seumur hidup. Yang terindah dari itu semua adalah ketika kita mampu saling memaafkan satu sama lain.

It's not about to move on, it's always about YOU try to letting go.
Merelakan atau mengikhlaskan sesuatu atau seseorang ternyata hal yang begitu sulit (saya) lakukan. Kadangkala berada di zona nyaman adalah yang terbaik dan banyak orang enggan lengser dari posisi ini; dimana melepaskan artinya sedikit berjarak dengan zona nyaman. Beberapa waktu ini saya baru mencicip bagaimana rasanya benar-benar merelakan sesuatu. Dan saya menyadari, merelakan adalah hal terindah yang bisa dilakukan seorang manusia bagi dirinya sendiri.

People will judge you from your appearance. They don't care how smart, how kind, how funny you are inside; it's always about how well you impressed their first sight with your dress. Pathetic? Yes. But you've got nothing to worry. Be yourself, do your best, screw them, and time will tell.

Sesekali, akan ada orang yang menjelajah dan masuk kedalam hidup kita karena mereka merasa mengenal kita lewat dunia maya; post di blog yang kita tulis atau linimasa Twitter. Mereka akan tertarik untuk mengenal lebih jauh; namun pada akhirnya, berhenti ditengah jalan. And it's not our fault because they have their own expectation about us dan kita (mungkin) tidak memenuhi ekspektasi itu. But hell, you can't please everyone, right?

When you stop bitter with life, its eventually give you the sweetest thing you never had. Bahwa sesungguhnya, hidup terlalu singkat untuk dijadikan warna tua daripada warna muda; dan cinta tidak seharusnya dikurung pada satu orang. Spread the love in wherever you go, on whoever people you met. Be nice with yourself and everybody.

Tidak semua yang terlihat baik adalah benar, akan tetapi sesuatu yang benar pasti bernilai kebaikan. Dan saya percaya, ketika saya melakukan yang benar dengan sepenuh hati, pada akhirnya semua akan baik-baik saja.




Hello, August! Nice to meet you. Surprise me!

Back To The Basic

Bertukar-tukaran kartu atau postcard sepertinya sudah menjadi sebuah kegiatan yang bisa dikategorikan sangat jarang. Nampaknya, seluruh kegiatan itu sudah di take over dengan Blackberry Messenger, Whatsapp, Line, dan benang-benang komunikasi virtual lainnya.

Namun memiliki dummy kartu yang sesungguhnya adalah sebuah keindahan pribadi. Mengapa? Melihat tulisan tangan yang menyampaikan ucapan "maaf" atau "turut berbahagia" adalah maha kegiatan yang belum bisa dilakukan --dan tertandingi-- oleh teknologi.

Nah, baru-baru ini, saya dikirimi sebuah kartu dengan desain lucu dari satu online store berbasis di Jakarta bernama Paperplane Paperie. Ada dua jenis kartu yang mereka kirim dan keduanya sangat kreatif. Ini dia! The "Happy Eid Mubarak" and "Merry Christmas" cards!


Setelah cek Instagram dan Facebook mereka, ternyata Paperplane Paperie ini adalah sebuah custom card design yang didirikan oleh dua wanita asal Jakarta, Yena Piscella dan Vina Indriana. They came with a very fresh ideas about how we should appreciate a card. Menarik, deh! Kalau ada yang tertarik, sila cek akun mereka:

Paperplane Paperie
www.instagram.com/paperplane_id
www.twitter.com/id_paperplane
www.facebook.com/id.paperplane



Go have fun with them!

Thank You Half Of 2013. More, Please?

Kalau kata John Mayer dalam lagu 'Half Of My Heart':

Half of my heart's got a grip on the situation. Half of my heart takes time. Half of my heart's got the right mind to tell you...

Saya setuju.

Acap kali, hidup membawa saya (juga kalian-kalian semua) kepada sebuah pertanyaan tanpa jawaban. Atau, jawaban tanpa pertanyaan yang tidak pernah sekalipun terlintas di kepala.

Baru-baru ini terlintas di kepala saya, sebuah pertanyaan tanpa jawaban: apakah mau terus menekuni dunia jurnalistik setelah lulus kuliah atau malah mencoba hal baru. Pertanyaan-pertanyaan lainnya, yang kadangkala kurang logis, juga ikut masuk ke dalam pikiran saya. Dan jawaban itu saya temukan kadangkala ketika tanpa sadar saya sudah memilih--karena tengat waktu yang cenderung kepepet. (jawabannya: saya memilih dunia baru dan untuk beberapa saat, berhenti mencoba bekerja di dunia jurnalistik)

Hidup, memang kadangkala, membuat kita harus belajar menerima bahwa tidak setiap pertanyaan memiliki jawaban, begitupun sebaliknya.

Ketakutan mungkin adalah alasan mengapa manusia begitu sukar lepas dari pertanyaan tanpa jawaban. Takut salah, takut disakiti, takut menyakiti, serta ketakutan-ketakutan lain. Saya sempat membaca bahwa ketakutan adalah batasan sekaligus pelontar terkuat yang dimiliki tiap anak manusia--hanya perkara kita mau melihat nilai ketakutan itu sebagai yang mana.

Saya ingat sekali.... di awal tahun 2013 saya beresolusi untuk tidak membuat resolusi. Banyak hal yang kadangkala lebih fun apabila tidak direncanakan. Namun faktanya, saya sungguh ketakutan karena tip menjalani hidup macam itu bukan saya sekali.

Ketika 2013 sudah sampai pada pertengahannya, saya baru menyadari (kembali) bahwa saya sukses tidak beresolusi dan masih baik-baik saja. Kuliah lancar--bahkan mendapatkan gelar S.Ds dengan nilai yang sangat baik, sudah mendapat pekerjaan yang masih sejalan dengan passion dan materi kuliah, orangtua masih diberikan kesehatan... And all those moment are beyond my expectation.

Mungkin pelajarannya adalah: just live your life to the fullest. Enjoy every single day and always say thank you for everything. You... yes, all of you, deserved to be loved at least from your own mind. And like what 'Happythankyoumoreplease' said: there is another "more please" inside every "thank you" moment.


Thank you half of 2013. More (moments), please?

Kembali Di Titik Semula

Saya tidak menyangka bahwa melepas tanpa berbicara bisa sesulit ini. Saya juga tidak menyangka bahwa menulis ternyata tetap tidak bisa melepaskan seluruh sakit dalam diam yang sudah tercipta bulanan lalu.

Ini sudah menit kelima belas saya menatap layar laptop tanpa bisa menuliskan apapun. Gelas kopi sudah masuk yang kedua dan hanya ada kosong. Kosong yang begitu terasa, dan tanpa saya sadari, keberadaan anak manusia itu menjadi sebuah nilai yang penting dalam kekosongan ini.

Kali ini, saya kembali harus melepas. Kembali ke titik semula dimana ini tidak pernah ada. Ujung dari segala ada yang ada -- juga permulaan bagi sebuah mula yang akan ada. Anehnya saya merasa ....... plain.

Perasaan ini mungkin sudah lelah sedari dulu hanya termakan lelucon-lelucon hidup, sehingga yang keluar hanyalah sebuah rasa tanpa nama yang saya sendiri tidak bisa apresiasikan bentuknya. Saya hanya diam, namun tahu pasti bahwa ada yang salah dari dalam hati dan kepala ini. Tapi apa yang salah? Saya masih belum mampu mengapainya ke dalam kepala.

Melepaskan seharusnya menjadi sebuah perkara kecil untuk saya. Sejak belajar bahwa "when you own something/someone, you eventually will be owned by them", jadi melepaskan bukanlah perkara sulit. Mungkin pada akhirnya, karena itulah saya melakukan kecurangan dengan tidak pernah mau secara serius punya hubungan dari hati ke hati dengan siapapun. Bukan karena saya marah kepada dunia, tetapi karena saya belajar dari masa lalu perihal hal itu, dan ingin agar tidak pernah kesulitan melepaskan seseorang/sesuatu.

Namun kali ini, mendekati waktu melepas yang saya ciptakan sendiri, ada sebuah keraguan serta kumpulan emosi yang tidak mampu dibicarakan. Bahkan menulis bukan lagi solusi, pun dengan menangis. Dua hal yang selama ini saya kira mampu membantu kini malah melempar saya ke titik buntu. Putar arah? Belum saatnya.

Mungkin karena itulah saya sungguhan plain, namun dengan kesadaran penuh menyakini ada sesuatu yang salah dari hati saya. Tetapi lagi-lagi, melepaskan pada akhirnya membuat kita belajar kembali ke diri kita sendiri, bukan? Sesakit apapun hal-hal yang tidak terucapkan pada akhirnya.

Saya memasuki kopi gelas ketiga. Penulis paling buruk dijagat raya. Menulis sependek ini butuh tiga gelas kopi.



Pada akhirnya, saya hanya mengangguk mengerti mengingat sebuah bait lagu yang dinyanyikan oleh Calvin Harris dan Florence Welch. Saya akhirnya mengerti, mengapa kadang kala kita harus melepas tanpa berbicara.




Jakarta, 25 Juni 2013
Starbucks

Me, Lately....



He wants to say 'I love you'
but keeps it to 'Goodnight'
because love will means someone falling
and she is afraid of heights
(All taken from: I'm Falling For You)



when every single reason to stay is no longer be a reason
and when you fall asleep while your brain still thinking
about how cruel someone to your life
and your mind is too tired
just lay down

Fast & Furious 6: They Always, Always, Always, Got The First 10 Minutes



Saya adalah pencinta, bahkan mungkin bisa dikatakan fans berat, dari movie franchise Fast & Furious. Seluruh filmnya secara rutin saya tonton mulai dari sekuel pertama bahkan sampai film-film pendeknya di Youtube. Saya masih ingat, film ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang teman yang juga hobi kebut-kebutan dijalan, dimana film Fast & Furious pertama yang saya tonton adalah Fast & Furious: Tokyo Drift.

Tidak terasa, sejak kemunculan The Fast & The Furious di tahun 2001, movie franchise ini bertahan hingga nomor ketujuh selama delapan tahun ke depan. Menariknya, disekuelnya yang keenam ini, Fast & Furious 6 berhasil menjadi box office movie dengan perolehan total $122M, mengalahkan movie franchise The Hangover III ($ 51M) serta Star Trek Into Darkness ($ 48M) hampir dua kali lipatnya.

Tidak dipungkiri, menurut pendapat saya, sekuel Fast & Furious ini sungguh memenuhi ekspektasi. Antara trailer film yang diberikan dengan keseluruhan film nampak serasi; tidak kurang dan tidak berlebih. Tepat pada porsinya.

Bahkan dalam sepuluh menit pertama, film ini tidak sedikitpun memberikan saya kesempatan untuk bernafas. Opening credit yang diakhiri dengan berdirinya pemain-pemain utama dari film ini terasa memorable di kepala. Ditambah dengan adegan-adegan menarik dan lemparan-lemparan dialog antar karakter yang membuat kepala saya seperti ikut berada bersama mereka.

Dan berbicara mengenai karakter, setiap aktor/aktris terlihat sangat menyatu dengan karakter mereka, sehingga hawa antar karakter begitu terasa. Katakan saja bahwa Vin Diesel berperan sangat baik menjadi laki-laki persisten yang cinta keluarga, atau Ludacris yang sangat baik memerankan karakternya sebagai si perakit pintar. Namun nilai tambahan saya berikan untuk Tyrese Gibson yang mampu memerankan karakternya secara tepat dan berkembang tanpa menghilangkan nilai-nilai seorang Roman. Walau untuk kali ini, Gibson murni saya tempatkan hanya sebagai pelawak. Tidak ada adegan menarik dan krusial yang membuat nilainya bertambah melebihi pelawak.



Saya yakini itu tidak lepas dari bagaimana Justin Lin dan kedua penulisnya, Chris Morgan untuk screenplay dan Gary Scott Thompson untuk characters. Sungguh salut dengan gabungan kerja antara Morgan dan Thompson yang mampu membuat dialog-dialog antar karakter semakin hidup, sehingga saya bisa merasakan setidaknya setengah dari koneksi antar karakter. Saya bisa merasakan cinta yang besar antara Han (Sun Kang) dan Gisele (Gal Gadot) dari gerak tubuh keduanya serta dialog yang terjadi antara mereka.

Dialog favorit? "You don't turn your back on family, even they do."

Keseluruhan, saya cukup terpuaskan dengan Fast & Furious 6 walau ada satu bagian yang menurut saya sangat impossible terjadi saat tank scene. Adegan ini pada akhirnya menganggu dan terputar-putar di kepala saya sampai pada akhir film, membuat esensi nyata pada film ini berkurang tiga puluh persen.

Menurut saya, formula lebih dari ganda sehingga film ini bisa mencapai $ 122M di minggu pertama pemutarannya adalah penggabungan banyaknya aktor handal dan berbadan kekar sempurna serta aktris seksi dan latina. Penggabungan yang mampu menarik kedua sisi market, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka bisa terpuaskan ganda bukan hanya dari sisi cerita, tetapi juga dari pandangan mata di depan layar besar selama 130 menit.

Tidak bisa dilupakan penampilan Joe Taslim pada The Raid dan Fast & Furious 6. Laki-laki terlihat berbeda dan lebih menarik karena fisiknya yang menjadi sedikit Hongkong-ish. Dari appearance yang mendekati Jet Li, mengutip dari Twitter Mahir Pradana, mungkin kalimat 'hajar dia!' yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata baru dari 'seize the day' yang akan dilontarkan banyak wanita Amerika.

Kesimpulannya, saya rasa untuk sebuah movie franchise, Fast & Furious 6 bisa dikatakan berhasil. Permasalahan yang berikutnya muncul, seberapa berhasilkan Fast & Furious 7 yang sudah memberikan clue mengenai kemunculan Jason Statham sebagai penjahat? Another BIG star again, eh? I really am, can't wait.


(Ribka Anastasia Setiawan)
3.8 stars from 5 stars.

Rumah


Sayangku,
Ketika masa akhirnya membawa kita kepada titik akhir bernama kelelahan atas pertanyaan-pertanyaan egoisme, maukah kau maafkan segala ketidakmampuan mulut ini untuk membuka suara dan berkata seluruh kejujuran yang hanya tertanam dalam jiwa?

Ketika seluruh logika dan raga mengerti bahwa kamu adalah rumah yang selama ini kucari namun ketakutan akan pengulangan masa lalu terasa lebih mendominasi, sayangku, relakah kamu berdiri bergeming dan menunggu sampai keberanian itu muncul?



Karena, sayangku,
Kamu adalah rumah yang selama ini terbayangkan di dalam kepala. Sebuah imajinasi mengenai cukup dan aku sungguh merasa cukup.
Namun sampai saatnya tiba nanti, sampai Yang Diatas mengizinkan waktu berada di sisi kita, maukah kau menunggu?

About The Daylight Project



Actually it's not my first time seeing the video. But this time, in the middle of new coffee shop near my home, I cry. Literally cry.


The Daylight Project adalah sebuah proyek yang datang dari Adam Levine, vokalis band Maroon 5 untuk membuat sebuah video from all over the world. Lagu Daylight sendiri dipilih karena dianggap memiliki nilai penting untuk Maroon 5, yang juga adalah 3rd single dari album Overexpose.

Idenya menarik, karena dalam sekitar dua belas video #CallOut Daylight Project ini, Adam selalu menegaskan mengenai love yourself. Atau berbicara apapun mengenai diri masing-masing. Ada satu hal menarik yang Adam sempat sebutkan dalam salah satu video #CallOut Daylight Project:

No matter what you do, as long as you do it.

Kira-kira beberapa bulan lalu, saat pertama kali video ini keluar di Youtube, saya yakin 100% bahwa saya tidak semelankolis ini saat melihat videonya. Namun nampaknya kali ini agak berbeda dan saya yakini memang murni karena saya baru mengerti makna dari video ini.

Saya melihat bagaimana banyak orang, dari berbagai budaya dan kebangsaan, perempuan dan laki-laki dari berbagai umur, memiliki 'kisahnya' masing-masing. Kisah yang mungkin sebagian orang nilai dengan label tidak penting, berubah nilai menjadi penting karena ... well, life in someone else's shoes and you'll know what it feels.

Empati mungkin yang ingin dilemparkan ulang Adam Levine lewat proyek ini. Dan The Daylight Project sukses membuat saya mengkaji ulang kembali empati itu.

Saya yang sedari kecil sudah berteman dekat dengan kebebasan memilih dalam hal apapun tentu tidak bisa memahami sepenuhnya perasaan seorang wanita Timur yang tidak memiliki kebebasan untuk memilih; sekecil apapun pilihan itu.

Saya yang sedari kecil selalu beruntung dalam memilih teman, bahkan kini memiliki teman-teman yang menerima saya apa adanya selayaknya keluarga kedua, tentu tidak mengerti bagaimana perasaan seseorang yang selama hidupnya tidak pernah tahu nilai dan kredibelitas seorang teman/sahabat.

Saya yang belum menjadi orang tua tentu tidak tahu bagaimana perasaan seorang Ibu saat mengetahui anaknya adalah gay. Bukan hanya persoalan sulit menerima, melainkan lebih kepada membayangkan apa yang dilakukan kaum mayoritas terhadap anaknya yang masuk ke dalam kaum minoritas.


-----


Menghadapi esok hari adalah hal yang paling tidak mampu diprediksi, pun dengan masa depan. And worrying  about future just screws stuff up, so I choose to pray and give the rest to God. Klise? Mungkin. Tapi ada kepercayaan dalam hati saya yang mengatakan bahwa kekuatan Maha Besar itu mampu menampung perasaan yang tidak pernah terefleksi dan kata yang tidak pernah terucap.

And please, whoever read this, who's struggling for anything, remember you're loved. You don't deserved any pain, and more importantly, it's okay to be not okay as long as you know, at in the end everything will be alright.


Happy Thursday!

Badminton: Dari Nonton Bareng Djarum Indonesia Open Sampai Olahraga Bareng

Saya adalah salah satu tipe orang yang cenderung malas berolahraga. Olahraga yang 'mentok' saya lakukan adalah push-up dan sit-up di dalam kamar sambil mendengarkan lagu-lagu up beat untuk boost up semangat saat sedang late workout itu.

Namun belakangan, melihat banyaknya anak-anak muda yang memiliki kolesterol tinggi, terkena serangan awal penyakit jantung, stroke ringan, serta banyak komplikasi penyakit lain yang seharusnya belum dikenal tubuh seusia mereka, saya memutuskan, salah satu resolusi 2013 adalah menjalani pola hidup sehat salah satunya dengan berolahraga minimal 150 menit per minggu. (infonya dari sini)

Menariknya, seperti sebuah magnet, pada awal-awal 2013 tanpa sadar saya sudah mulai melakukan pola olahraga minimal 150 menit per minggu itu. Entah dimulai dari kapan, mendadak setiap Rabu malam, saya bersama teman-teman satu komplek mulai melakukan olahraga rutin selama kurang lebih dua jam, mulai pukul delapan malam sampai sepuluh malam.

Ada pilihan-pilihan olahraga yang menjadi kandidat seperti futsal, badminton, basket, atau tenis. Namun pada akhirnya, pilihan jatuh kepada badminton yang memang lebih fleksibel dan user friendly, artinya, bagi mereka yang baru pertama kali bermain, tidak begitu sulit untuk beradaptasi.

Jadilah setiap pertengahan minggu, saya selalu menyempatkan diri untuk ikutan ke badminton club ini. Hitung-hitung buang lemak sambil mengakrabkan diri dengan sesama teman.

Seiring berjalannya waktu, karena rutin seminggu sekali bermain badminton, saya jadi punya ketertarikan khusus dengan bidang olahraga ini. Mengapa? Selain karena tidak perlu lapangan khusus (saya biasa main dengan Ayah di teras rumah), olahraga ini juga punya struktur permainan yang mudah dimengerti.

Ketertarikan khusus ini membuat saya jadi hobi sekali melihat-lihat sport equipment untuk badminton. Namun untuk membeli, saya masih punya pertimbangan-pertimbangan khusus, seperti referensi dari teman soal kualitas dan harga yang dibandrol. Namun ketertarikan ini tidak bisa saya aplikasikan dengan lebih lanjut karena aktivitas kuliah dan freelance yang menyita waktu sehingga tidak punya kesempatan untuk window shopping di sport store.

Untungnya, dari blog Sitta Karina, saya tahu ada satu online website berbasis layanan social commerce bernama Blibli.com yang menghadirkan banyak pilihan produk untuk dibeli secara online, salah satunya produk-produk Indoor Sport Equipment. Menariknya, pada saat baca-baca review di Twitter soal situs ini, banyak sekali respon positif yang masuk.

Berbasis review inilah saya coba untuk melihat sport equipment untuk badminton (yang pada akhirnya, saya malah melipir ke bagian-bagian lain). Ada satu produk raket yang membuat saya tertarik dan akhirnya saya beli sebagai hadiah ulang tahun untuk Ayah; serta satu produk ankle support yang pun saya beli sebagai hadiah untuk adik saya. Harganya terjangkau dan layanannya cepat -- tepat seperti review-review yang sebelumnya saya baca.

Kemudian, di Rabu esok minggunya, saat sedang break bermain badminton, saya bercerita kepada teman-teman mengenai mudahnya memberi barang di Blibli.com. Tidak perlu jalan, hanya tinggal browsing di laptop atau PC masing-masing, transfer, dan barang akan langsung datang di depan pintu rumah.

Saya ingat, ketika pembicaraan berlangsung, yang tersisa di pinggir lapangan hanya tinggal saya dan empat orang teman lain. Kita semua masuk kedalam batch pertama untuk bermain dan sekarang sedang bergantian lapangan dengan yang lainnya. Ditengah pembicaraan mengenai Blibli.com ini, seorang teman saya nyeletuk, "sekarang mainnya si X jadi jago, loh. Staminanya kuat lagi."

Kami semua refleks melihat ke objek pembicaraan, melihatnya sedang bermain ganda putri bersama tiga orang lainnya. Memang saya akui, rutinitas bermain badminton setiap minggu membuat saya dan teman-teman lain yang awalnya tidak begitu bisa badminton jadi lumayan mahir. Tidak jago, namun setidaknya, tahu bagaimana mengejar "bulu ayam" yang terbang di atas kepala.

"Untung yah, kita pilihnya olahraga badminton." Seorang lain berkomentar.

Akhirnya, di pinggir lapangan, kami berlima jadi bernostalgia mengapa badminton menjadi pilihan olahraga kami. Selain karena alasan-alasan badminton user friendly dan fleksibel, ada satu momen yang saya yakin menjadi salah satu momen mengapa badminton menjadi olahraga rutin diantara kami.

Adalah Djarum Indonesia Open di tahun 2012 yang membuat kami menemukan bond tersendiri dengan badminton. Saya masih ingat kehebohan-kehebohan menonton pertandingan demi pertandingan bulu tangkis, linimasa di Twitter yang dipenuhi dengan ucapan selamat (apabila senang karena menang) dan makian-makian (apabila marah karena kalah), serta diakhiri dengan nonton bareng saat Simon Santoso membawa pulang piala sebagai Juara Tunggal Putra.

Mungkin itulah satu dari sekian belas alasan mengapa dari sekian banyak olahraga, badmintonlah yang memenangkan voting maya dan menjadi olahraga rutin saya dan teman-teman. Selain juga, bidang olahraga badminton adalah salah satu bidang yang sudah membawa harum nama Indonesia di kancah internasional, sehingga bisa dikatakan sebagai salah satu olahraga kebanggaan bangsa Indonesia.

Namun apapun alasannya, setidaknya, salah satu resolusi saya di 2013 telah terealisasi: menjalani pola hidup sehat. Lebih baik terlambat memulai, daripada tidak sama sekali, kan?

Analogi Rasa

kalau tubuh ini melemas
dan raga tak lagi menyatu dengan jiwa
sudikah kau hampiri satu sumber
yang menjual segala ada
dan mencari tubuh pun raga pengganti?

kalau mulut ini mengatup
dan hati tak lagi sehangat waktu-waktu sebelumnya
relakah kau datangi satu sumber
yang menjual segala ada
dan mencari mulut pun hati pengganti?

dan
kalau segala cara sudah terlaksana

namun
aku masih menjadi patung
membeku karena keabnormalan dunia
relakah kau duduk bergeming
dan memegang tanganku
tanpa sepatah kata pun?

akankah kau bosan
dengan segala jenis kehampaan suara
diantara kita?

Cinta Sederhana Ala Mouly Surya Dalam What They Don't Talk When They Talk About Love

What They Don't Talk When They Talk About Love atau yang bisa dengan mudah disingkat sebagai Don't Talk Love adalah karya sineas film yang vakum selama 4 tahun lebih, setelah sebelumnya menjadi sutradara terbaik untuk film "Fiksi" di FFI 2008, Mouly Surya.


Apa yang mau digambarkan Mouly lewat film ini cukup simpel yaitu berusaha memberitahu bahwa dunia orang-orang berkekurangan (difabel) juga bisa memiliki dunia seperti kita, manusia yang diberikan kepercayaan dari Yang Diatas untuk memiliki fungsi tubuh baik. Dan tidak selamanya, hidup dengan keadaan berkekurangan adalah sebuah ketidakindahan.

"Don't Talk Love" memiliki setting sebuah Sekolah Luar Biasa, dimana saya pribadi sangat jatuh cinta dengan ambience yang terdapat di sekolah ini. Begitu hijau, homey, namun tetap terasa sederhana. Di sekolah ini, anak-anak berkebutuhan khusus menghadiri kelas, mereka bersosialisasi, mendengarkan cerita radio (adegan tiga menit yang sangat brilliant, menurut saya), dan mereka bahkan jatuh cinta. Mereka bertingkah selayaknya orang-orang tanpa kebutuhan khusus.



Ada Diana (Karina Salim) yang memiliki kemampuan melihat jarak sangat dekat sehingga harus menggunakan teropong sebagai alat bantu, kemudian jatuh cinta pada seorang laki-laki tuna netra yang tinggal di sebrang kamarnya.

Pun juga, Fitri (Ayushita) yang sudah 'melek cinta' terlebih dahulu daripada Diana, dimanfaatkan oleh pacarnya, dan kemudian jatuh cinta dengan seorang bisu dan tuli bernama Eko, yang diperankan sangat baik oleh Nicolas Saputra. Diana serta Fitri juga teman-teman sekeliling mereka berusaha menikmati hidup ditengah keterbatasan mereka sebagai kaum difabel.

Menariknya lewat film "Don't Talk Love" ini, Mouly Surya sukses membuat penonton berhenti untuk 'berkasian' dengan kaum difabel. Tidak hanya itu, ia juga sukses memberikan 'hawa' kenormalan dari kaum difabel, penuh cinta, penuh rasa, penuh sensitifitas, yang tersampaikan lewat cara mereka masing-masing.



Film ini, menurut saya, adalah sebuah film yang menyentuh jiwa secara lembut; bukan pikiran, bukan logika, bukan soal 'plotnya seperti apa sih?' Jadi, mari sejenak lupakan soal plot film atau bagaimana cerita digarap lewat norma-norma keabsahan normal, kemudian nikmati dengan menjadi Diana yang melihat hanya sedekat dua sentimeter dari matanya, atau Fitri yang mampu disentuh hatinya lewat surat-surat sentimentil untuk Nicolas Saputra.

Apabila anda mampu menjadi penonton berjenis seperti ini, sungguh anda bisa merasakan mengapa "Don't Talk Love" masuk ke dalam nominasi di Sundance 2013.

Satu hal penting yang menjadi titik-balik film ini adalah ketika Mouly menggambarkan keadaan mereka menjadi 180 derajat terbalik dari keadaan yang sesungguhnya. Apakah itu (sesungguhnya)akan menjadi lebih baik? Apakah menjadi manusia tanpa kebutuhan khusus, yang awalnya adalah impian, merupakan keadaan terbaik untuk mereka?

Mouly memberi jawabannya di What They Don't Talk When They Talk About Love.



Satu hal penting yang wajib saya tulis sebagai pengingat masa depan adalah ucapan terima kasih yang tidak terhingga untuk Mouly Surya atas adegan-adengan yang cukup memuaskan mata ketika setting Nicolas Saputra dan Ayushita di therapy pool. Mengapa? Karena ini adalah mimpi seumur hidup melihat Nicolas beradegan seperti itu.


(Ribka Anastasia Setiawan)
4.2 stars from 5 stars.

(Image Sourcc: Mobi)

Rindu

Faktanya, manusia punya ribuan cara untuk mengasingkan dan mengasihani diri karena sedang berada dalam sebuah satuan waktu bernama rindu. Cara itu kemudian berlomba-lomba menjadi sebuah cara yang terasa paling menyakitkan dan kemudian memunculkan tanya dari kepala: apa cara paling menyakitkan untuk merindukan seseorang?


Ini versi saya.


Bagaimana ketika rindu adalah sebuah perasaan yang terpasang seharga mati, tak bisa ditawar, kepada seseorang yang tidak pernah tersentuh halus kulitnya secara nyata?

Rindu yang datang kepada seseorang yang hanya terjamah lewat kepala dan pikiran; menjadi alasan seseorang berkenalan dekat dengan rasa bodoh dan kemudian berbisik kepada dirinya sendiri, 'apabila pintar adalah berenang di kolam realitas, menjadi bodoh dalam imajinasi tentang dirimu selamanya bukanlah masalah.'


Bagaimana ketika rindu adalah sebuah perasaan atas perpisahan yang sesungguhnya sudah ada sedari dulu kala, namun realita tertahan di kepala karena anak manusia itu terlalu takut untuk membuka mata dan melihat kenyataan yang berputar-putar disekeliling.

Anak manusia itu lupa, realita tidak akan pernah tertahan selamanya--ia seperti bom waktu yang sewaktu-waktu akan bereksplosi.


Bagaimana ketika rindu adalah kesedihan mendalam yang datang tanpa alasan pasti. Ia hanya muncul secara sedikit demi sedikit dari dalam rongga hati seorang anak manusia, kemudian membuat anak manusia itu merasa sangat dekat dengan rasa rindu yang akhirnya merangsang selaput airmata mengeluarkan satu air terjun kecil dari mata, pipi, kemudian lepas bebas ke tanah, karena rindu yang muncul sudah terlalu menyesak dada.

Dan ketika ada anak manusia lain yang bertanya, "kenapa?" Tidak ada jawaban terbaik yang muncul selain senyuman dan gelengan kepala untuk gestur lain dari kalimat "saya tidak apa-apa" karena deskripsi rasa terlalu sulit dilakukan dan semua tentunya akan berakhir menjadi tangisan. Perasaan tak terdefinisi. Rindu yang kehilangan rangkaian kata karena terlalu menyesak dada.


Bagaimana ketika rindu datang kepada sesuatu yang bahkan tak mampu dideskripsikan oleh ribuan kata-kata karena ia terlalu menggema di kepala dan jiwa sibuk mencari alasan, "mengapa saya merindu dia dan bukan yang lain?"



Saya rindu kamu.

Josh "Ted Mosby" Radnor Dan Film Liberal Arts

Liberal Arts (2012) adalah sebuah film yang memang sudah lama saya tunggu keberadaannya. Film ini cukup menarik saya hanya dengan sebuah cuplikan film atau trailer yang berdurasi kurang dari lima menit.

Mengapa?

Mungkin karena kepala saya langsung mengekspektasi sebuah kisah cinta antara dua generasi lelaki dan perempuan yang berbeda umur hampir lima belas tahun. Mungkin juga karena Josh Radnor, si laki-laki yang sangat likeable, kalau saya boleh meminjam salah satu dialog dari Elizabeth Olsen, menjadi pemeran utama film ini, sutradara, serta juga penulis cerita.

Ternyata, ekspektasi saya mampu terpenuhi, bahkan hampir mendekati bayangan di kepala. Saya melihat akting matang dari Elizabeth Olsen yang bisa mengimbangi akting natural dari Josh. Bahkan detail less make-up karena Elizabeth adalah seorang mahasiswi tidak mengurangi kecantikan alami aktris ini, pun malah menambah warna natural dari film ini.


Bercerita mengenai Jesse Fisher, yang diperankan secara baik oleh Josh, ketika kembali menapak ke kampus almamaternya karena undangan dari salah seorang mantan profesor yang sempat menjadi pengajarnya ketika masih duduk di bangku kuliah. Tanpa sengaja, ia bertemu dengan Zibby, gadis berusia sembilan belas tahun, yang bisa dikatakan memiliki pola pikir 'berbeda' untuk anak seumurannya.

Sebelum Josh kembali ke rumahnya, Zibby memutuskan untuk menunjukan ketertarikannya kepada Jesse lewat sebuah CD lagu dan permohonan untuk bertukar surat. Bukan e-mail. Bukan sms. Tapi surat yang ditulis tangan. Lewat dialog-dialog manis yang terjadi antar surat Zibby dan Jesse, keduanya merasa memiliki koneksi yang sama.

Setelah pembicaraan lewat surat yang cukup lama, Jesse akhirnya memutuskan untuk kembali menemui Zibby. Namun kedewasaan yang ditunjukan oleh Jesse dari awal film membuat penonton menyadari ia bukanlah lelaki yang mudah 'terbawa perasaan', sehingga kisah cintanya dengan Zibby menarik untuk disimak.

Kedewasaan untuk memilih antara seks dan perasaan tanggung jawab. Kedewasaan untuk memilih mengenal cinta secara baik atau mengikuti keinginan hati.... dan Josh, menurut saya, sukses memerankan karakter Jesse dengan baik.


Menikmati Liberal Arts dengan durasi film sekitar sembilan puluh menit lebih seperti membawa saya kembali ke masa lalu. Suasana kuliah terasa kental di film ini; itu terasa apabila melihat bagaimana sang sutradara yaitu Josh Radnor sendiri memperhatikan detail-detail kecil yang malah terlihat membuat film semakin matang dan terplot baik.

Tidak bisa dilupakan juga mengenai akting Elizabeth Olsen yang sangat memukau karena simpel natural dan (seperti) menjadi dirinya sendiri. Elizabeth malah tidak terlihat seperti sedang berakting. Ini seakan-akan seperti perjalanan kisah hidupnya yang tidak sengaja dibuat film.

Secara keseluruhan, film ini cukup menarik untuk ditonton. Apalagi melihat bahwa ini film yang ditulis dan disutradarai langsung oleh Josh Radnor, walau nampaknya, Josh seperti 'terikat' dengan karakter laki-laki baik dan berpikiran panjang (remembering us about Ted Mosby, eh?). Bahkan ending penyelesaian masalahnya pun agak mirip dengan kisah-kisah Ted Mosby di How I Met Your Mother.


(Ribka Anastasia Setiawan)
3.4 stars from 5 stars.

#MyLifeAsWriter Finally At Bookstore (My Life As Writer by PlotPoint)

Akhirnya, My Life As: Writer bisa juga ditemukan di toko-toko buku terdekat. Senang rasanya melihat 'anak' ini sudah bisa dibaca oleh orang lain diluar penulis, editor, dan penerbit. Saya senang sekali kalau ada diantara kalian yang mau berbagi komentar di form bawah atau mention saya di Twitter.

Dari awal munculnya My Life As: Writer, beberapa teman juga sudah mengirimkan gambar mereka dengan buku itu, hasil pencarian dari toko-toko buku. Senang. :)

(Yang mau ikutan kirim foto kalian juga boleh loh!)

Sweet Romantic

On your birthday, you should throw a party. This is my advice for everybody, it's for remind you about how wonderful and flawless your skin are when you are young.






All photos by me. Don't use it without my permission.

This Is When You Realized You Madly In Love With Stranger That Became An Important Stranger For You


Let's say, this whole post will describe how much in love am I now. It's contain many cheesy line that make you would vomit. If you feel you can't handle a girl who in love, I warned you, stop reading. But if you want to find a little piece of trust with love, keep reading.


Halo kamu manusia yang penuh dengan cinta, apa kabar? Sudah hampir menuju setahun sejak saya pertama kali memutuskan menulis mengenai kamu, disini.

Saya kangen kamu, walau baru beberapa jam sebelum post ini ditulis, kamu menemani saya berbagi pagi dengan segelas kopi Starbucks bekasan kemarin dan kamu dengan sarapan khas Persian.

Saya kangen kamu, walau baru beberapa jam sebelum post ini ditulis, kamu sedang sibuk memarahi saya dan kebiasaan meminum kopi yang akhirnya membuat saya jadi nocturnal.

Saya kangen kamu, walau lusa kemarin kita bertengkar karena saling menyalahkan mengenai jaringan internet siapa yang jelek; kamu atau saya, kemudian kamu memutuskan untuk mengalah dan memasang alat tambahan guna mengurangi freezing picture di Skype.

Saya kangen kamu, karena kamu tahu kapan harus mencium pipi ini secara maya ketika saya sedang berada di masa PMS; dan seluruh tindakanmu menjadi serba salah dimata saya.

Saya kangen kamu dan percakapan yang terjadi diantara kita beberapa minggu lalu:

"Why you love me?" dan kemudian kamu menjawab "because you love me..." dan saya marah, kemudian kamu berbisik pelan, "I love you more than how you tell me you love me..." dan kemudian saya tersenyum malu.

Saya kangen kamu dan seluruh waktu yang kita bagi bersama-sama.



Saya kangen kamu, walau kamu punya kebiasaan menyebalkan yakni mengejek saya dan kemampuan otak saya yang sangat rendah dengan subjek Kimia, Fisika, dan Matematika. Namun saya tahu, seberapa seringnya kamu mengejek saya, kamu bangga dengan segala jenis prestasi di bidang menulis yang saya selalu gembar-gemborkan ke kamu. Hanya ke kamu.

Saya kangen kamu, karena dengan begitu, setiap kali saya bertemu muka denganmu, ada rasa sayang yang terus bertambah dan bukan berkurang.

Saya kangen kamu, walau seluruh sahabat baik mengatakan saya sedang membuang waktu dengan sesuatu yang sia-sia. Kemudian saya bertanya kepada mereka yang mengatakan itu, akan tetapi dalam diam dan hanya sebatas kalimat di kepala, sia-sia yang seperti apa? Berpacaran selama tujuh tahun kemudian putus? Itu sia-sia bukan? Mengapa ada seseorang yang lancang memberi definisi sia-sia dalam hubungan antar anak manusia?

Saya kangen kamu, karena kamu adalah satu-satunya anak manusia yang mampu membuat saya yakin dengan hari-hari yang saya jalani, karena saya tahu, pada malam hari saya memiliki seseorang untuk berbagi cerita.

Saya kangen kamu, karena itu adalah perasaan yang tidak pernah bisa saya hentikan dari dalam diri saya. Sesuatu yang datang secara kasat mata dan terus berkembang semakin erat dan kuat.

Saya kangen kamu berkata bahwa saya memiliki bibir paling indah yang pernah kamu lihat dari seorang wanita.

Saya kangen kamu mengirimkan pesan lewat Yahoo atau Whatsapp dengan isi yang tidak penting semacam "hon, just see couple who fighting and suddenly remember of us.." atau "did you realized that Italian food have an expensive price here?" atau "another issue that Iran has a nuclear. I mean, we more than a nuclear (see a handsome guy who send this text to you?)"

Saya kangen kamu dan pelajaran-pelajaran mengenai hukum kuantum dan hukum-hukum lain yang ada dalam Fisika atau Kimia.

Saya kangen kamu menunggu saya tertidur kemudian mematikan jaringan Skype setelah memastikan saya benar-benar tertidur.

Saya kangen kamu dan imajinasimu mengenai apa kita akan merasakan hal yang sama apabila kita berada dalam satu kota, satu negara, dan berbagi oksigen secara nyata.

Saya kangen kamu berteriak menyuruh saya mengerjakan tugas atau pekerjaan daripada hanya mengeluh mengenai itu.



Yang terindah adalah,

Saya kangen kamu karena saya tahu, hanya dengan itu kamu bisa hidup dalam kepala saya, membuat saya mengerti konsep "cukup" yang selama ini digembar-gemborkan banyak orang.

Terima kasih perjalanan yang indah ini. Walau tidak nyata, kamu menjadi seorang asing yang begitu penting untuk saya, membuat waktu menunggu laki-laki baik yang datang dalam kehidupan saya terasa lebih bermakna.

Happy one year, hon. Nice to meet you and thank you for being an important stranger to me. Our memories still in my mind; never fade, never run.

Source photo: Raisa

ARTE Jakarta 2013, Not Just Ordinary Art Festival

BALAI SIDANG JAKARTA, JAKARTA Industri seni, mungkin adalah sebuah industri yang memiliki perkembangan paling pesat di era moderen ini. Ungkapan The Rise of Creative Class berkembang menjadi sebuah kelas ekslusif menjadi sebuah kenyataan, yang mirisnya, tidak diketahui secara pasti oleh individu yang berkecimpung di dalam formulasi seni itu sendiri.

Bukti nyata bahwa industri seni berkembang menjadi sebuah industri yang mampu menjaring banyak khalayak ramai adalah dengan munculnya berbagai festival seni. Regulasinya cukup bebas, entah bisa seni murni atau seni terapan.

Festival ARTE 2013 bisa dikatakan menjadi salah satu festival terbesar di Indonesia yang sukses meraih atensi masyarakat luas, baik yang memang dekat dengan seni atau hanya penikmat. Berlangsung di Balai Sidang Jakarta, selama tiga hari sejak 29 Maret sampai dengan 31 Maret 2013, ARTE sukses menggabungkan berbagai ragam seni ke dalam satu festival besar, mulai dari Performing Arts, Culinary Arts, Visual Arts, Film Festivals, Art Market, sampai dengan Music Performance.


Seni yang kini berkembang menjadi seni kontemporer disajikan ARTE 2013 secara cermat dan tepat. Pilihan-pilihan karya yang dipilih serta pemusik yang tampil menjadi salah satu rangkaian acara ARTE bisa dikatakan jauh dari kata mainstream, seperti Payung Teduh, Pure Saturday, White Shoes and The Couples Company. ARTE seperti ingin memperkenalkan seni dengan bentuk baru; tidak melulu yang menarik di tangkap mata, namun juga membuat kita sebagai seorang manusia yang diberikan kemampuan berpikir mencoba mencerna maksud yang ingin disampaikan oleh hasil seni itu sendiri.

Tidak menangkap maksudnya atau terasa bias? Mungkin benar, seni bukanlah sesuatu yang dekat dengan kata logis. Seni adalah ungkapan murni penciptanya mengenai sesuatu, dimana tidak pernah ada seorang pun yang mampu menangkap secara pastitanpa biasapa yang ada di dalam pikiran manusia lain.


Ini adalah tahun pertama Festival Seni ARTE digelar, dimana menurut Ayu Vibrasita selaku ketua acara, persiapannya cukup terburu-buru. Pendapat yang menganggap ARTE mengecewakan cukup banyak masuk ke telinga, namun buat saya, bukanlah persoalan bagus atau tidaknya.

Dengan adanya sekelompok anak muda yang mau berbagi waktu dan ide untuk melestarikan seni kontemporer pada zamannya sudah cukup membanggakandaripada tidak berbuat apapun. Setidaknya, selama tiga hari itu, seni memberikan pengalaman menarik di masing-masing orang yang datang ke ARTE.

(Ribka Anastasia Setiawan)

If Heart Could Choose....


If heart could choose who to loves, probably it doesn't need to be broken again. Just coldly stare in people's life (and love) without emotion. Wait. I remember something. If my heart could choose who to loves, the fact is, I still choose you. You even never be in my option list. It's a natural thing that possibly happens: you and me.

Date A Girl Who Writes



Date a girl who writes because she will be able to recall in detail the dialog between you two, and while it gets you in trouble, it’s endearing and sweet at the same time that she remembers. This also forces you to choose your words carefully and you will become an expert in diction.

Date a girl who writes because she understands the complexities of characters, and knows you are more than your successes, failures, winnings, or losses. She loves all the layers of you, all the deep parts and even the shallow. When you are acting like the villain, she will see the goodness in you. When you are the hero, she’ll still secretly admire your flaws. All the depths of you become her big adventure.

Date a girl who writes because she will give you the most beautiful settings you’ve ever seen. She writes about the paradises she imagines, the paradises she has been to, and shares them with you.

Date a girl who writes because sometimes a little silence is welcome.

Date a girl who writes because the post-it on your refrigerator reminding you to buy milk will be original and full of adorable metaphors. And because she is so creative, she’ll put the post-it in your shoe rather than on your fridge.

In the fairy tale that is your life together, she will always make you prince charming, and happily ever after is a guarantee.

Date a girl who writes because when the poetry dies, she will make sure her prose keeps you alive.

Date a girl who writes because she understands the value of word choice, and will mean everything she says to you.

Date a girl who writes because she will ask you interesting things like “What does your name mean?” so that she may use it in a book someday. Not to mention you get to have a better understanding of yourself when you Google your own name.

She’s always looking for the page-turner, which becomes quite exciting for you.

The storyline will never have to end. She will write all the sequels that keep your love breathing. And just so that you remember all the things you love about her, she’ll make sure to include prequels too.

You’ll never have to worry about dementia, amnesia, or Alzheimer’s in your later life. She has already written out your story so that you may remember each other forever.

Buying gifts for her is oh-so-simple because she knows the incredible worth of a pen and paper.

She’ll write you emails because the laptop is her friend, but prefers to show you how she cares by painstakingly writing you pages upon pages of letters when you two are separated.

Date a girl who writes because she can take criticism and turn it into wit, disappointment into accomplishment, and sadness into laughter with the wave of her pen.

Sex is like a dirty, raunchy romantic novel you don’t dare read in public.

She will spend her life coming up with a thousand different ways to tell you how incredible you are as she is not fond of repetition. But the words she will wear out is “I love you,” because even she knows there is no better substitute for them in the history of writing.

Date a girl who writes because you will be her muse, her inspiration. Without you, she will have writer’s block. Or write the greatest tragedy since Cleopatra and Mark Antony. Either way, you are the man she will always write.

Everyday she fascinates you with a new genre. Today she is Romance, tomorrow Philosophy.

Date a girl who writes because when the cold winter of life traps you in old age, there will be somebody there to describe for you the summers in Paris, heat in Arabian nights, and tropical forests in South America so that you feel the warmth of adventure as if you were there. And so, in the twilight of your life, you will feel the touch of youth.

And finally, you must date a girl who writes because it is she who will allow you to live forever. With just her pen, she will make sure that you never grow old nor die nor fade, remembered for generations to come. A character in one of her stories, you will be given the gift of immortality.


image source here
repost from here