Penghormatan Kepada Soe

Photo Source Here


Saya mau kabur, kabur yang jauh sampai orang lain tidak menemukan saya di sisi jalan kota Jakarta, Bandung, Medan, Palembang, Manado; di manapun. Saya mau berdiri pada kaki saya sendiri, tidak mau menanggalkan idealisme yang sudah dipupuk sedari masih di bangku sekolah.

Saya mau seperti Jakarta, berubah namun tidak berubah.

Jangan ambil idealisme saya, cukup ambil hidup saya dengan membiarkan kegelapan mendatangi dalam bentuk keterasingan. Jangan ambil idealisme saya, cukup ambil jiwa saya dengan membiarkan kerapuhan mendatangi dalam bentuk hilangnya cinta dan Ira. Jangan ambil idealisme saya, cukup ambil hidup saya dengan membiarkan Mahameru menyebarkan gas racunnya.

Saya kadang kangen Herman, Ira, Marni, atau Idhan. Saya tidak kangen fisik mereka, saya kangen dengan apa yang ada di dalam kepala mereka; dengan apa yang bisa mereka ketika semua orang mendakwa apa yang saya lakukan. Saya berani, namun tidak cukup berani, nyatanya.

Saya sakit karena nyatanya, duapuluhenam tahun hidup, saya tetap tidak bisa membagi hati dan perasaan dan jiwa dan cinta pada seseorang. Harusnya mungkin, saya babat habis saja si Santi waktu itu, biar saya pernah merasakan barang sekali tubuh wanita. Namun saya tidak pernah menyesal atas pilihan itu.

Jangan tanya soal benar atau salah, itu hanya soal waktu dan persepsi keseimbangan otak kanan dan kiri manusia. Saya dikandung selama sembilan bulan oleh Mama, namun rasa-rasanya saya jarang berbincang dengan beliau. Saya bagi segala macam tetek bengek pikiran, kegelisahan, semangat, rasa, dan banyak hal lagi dengan mesik tik, dimeja panjang sana, berbagi darah dengan nyamuk-nyamuk malam.

Saya memang berani, tapi saya juga bisa lelah.

Saya mau seperti Jakarta, berubah namun tidak berubah. Saya hanya ingin berbagi semangat, namun mungkin mulut ini terlalu pedas mengkritik, namun bagaimana? Mungkin saya butuh berjuta-juta Tolsoy untuk mengerti bagaimana otak kanan dan kiri saya bekerja. Atau saya butuh bermilyar-milyar buku yang bisa berbicara agar mereka dapat mengerti darimana otak saya bersumber.

Hanya mimpi. Baik belum tentu benar, namun benar sudah pasti baik. Jadi saya belum tentu benar, Ira? Saya hanya mau berbagi dengan apa yang seharusnya dibagi. Mahameru yang terakhir bisa saya bagi, mungkin. Jaga diri saya, jaga hati saya, jaga jiwa saya. Jangan biarkan kemunafikan menjabar dan mencocokcocok hati ini. Jangan biarkan saya kalah dengan mulut sendiri.




05:10 WIB
Tribute to Soe Hok Gie
You'll be missed. Always.

No comments: